Saturday, March 31, 2012

story from me : hospital.


Apa yang kamu ketahui tentang rumah sakit? Rumah sakit itu hanyalah tempat pengharapan terakhir. Tempat dimana harapan yang tinggi itu harus ditepis, tempat dimana kamu harus realistis bahwa semuanya akan berakhir buruk. Itulah yang ada di pikiran rere. sampai detik ini rere masih menunggu ayahnya yang sedang sakit dan dirawat di ruang isolasI. Rere tidak mengetahui penyakit apa yang dihadapi oleh ayahnya, yang dia tahu adalah kemungkinan ayahnya hidup hanyalah 20 %. Ibu rere pun belum sempat menceritakan apapun kepada rere, karena beliau masih terlalu shock melihat keadaan ayah rere sekarang. Kakak rey, Feno masih disibukkan dengan mengurus administrasi dan biaya perawatan ayah rere. 

Rere terdiam sendiri di tengah lorong ICU, tertunduk, dan terkadang satu air mata jatuh membasahi pipi rere. baru saja rere berangkat ke luar negeri untuk merasakan pendidikan yang lebih, tapi yang dia dapatkan justru ayahnya dilarikan ke rumah sakit karena penyakit yang sampai sekarang rere tidak tahu. “keputusanku bulat ning..” ungkap rere kepada wening, salah satu sahabat rere yang sama-sama belajar di negara tersebut. “keputusanku bulat untuk meninggalkan belanda, aku tidak bisa mengorbankan ayahku dan aku juga tidak ingin apa yang aku lakukan disini sia-sia, karena disini aku justru terus memikirkan kondisi ayahku..” air mata rere menghangati pipi rere, dan kemudian wening memeluk rere “baiklah re, kalo itu maumu aku akan datangi profesor jane untuk mengatakan hal ini dan sekarang kau pulanglah ke Indonesia”. 

Selama di pesawat, awan tampak cerah, langit berwarna biru terang, sama sekali berbeda dengan perasaan rere saat ini. Semenjak mendapat telepon dari sang ibu bahwa ayahnya mengalami sakit dan kemungkinan hidup yang disebutkan ibu ditelepon, perasaan senang berubah menjadi duka, “aku ingin dekat ayah” gumam rere. kembali rere melihat ke luar pesawat, awan-awan itu menari dengan senang hati, dan sesekali rere teringat dengan memorinya di masa kecil bersama ayah. Ayah adalah sosok yang bijaksana, dia selalu mendengarkan apa yang rere katakan, meskipun tidak mengerti cara menanggapinya, ayah selalu membuat pertanyaan itu menjadi sebuah lelucon. Ayah tidak pernah mengeluh meskipun rere selalu membuat ayah merasa apa yang dilakukan ayah tidak berarti buat rere, tetapi rere tersadar bahwa apa yang dilakukan ayah ketika itu telah membuat rere menjadi seorang gadis yang berani menantang semua masalah yang ada, mandiri, dan penuh semangat menghadapi hal-hal yang baru. Ingin sekali rere mengucapkan terima kasih

Namun semua itu terlambat.
Dokter : “suster segera berikan saya injeksi.”
Suster :”siap dok.”
Dokter: “injeksi dilakukan dalam 5 detik. 1.2.3.4.5...”
*jedeg
Suster:”nihil dok..”

Berulang kali proses itu diberikan kepada ayah. Dari luar, rere, ibu, dan kak feno hanya bisa melihat sambil menangis. Dan akhirnya, semua alat dilepas dari tubuh ayah, tampak tubuh ayah yang kecil, yang sepertinya tidak mampu menahan alat tersebut kemudian kain putih yang biasa untuk menutupi setengah tubuh ayah dinaikkan sampai menutup mata ayah. “Ayah.. ayah..ayaaaahhh..”ibu berteriak.

Seketika ibu pingsan, sebelum dokter menjelaskan bahwa ayah sudah meninggal sementara rere hanya diam melihat ke jenazah ayahnya meskipun melalui  jendela kecil di pintu. “ayah, apapun yang engkau lakukan kepadaku, aku sadar ayah bahwa memang pilihanmu itu pastilah selalu yang terbaik bagi anak-anakmu. Maafkan aku jika terus mengatakan bahwa pikiran ayah itu kolot, ayah kurang modern, dan ayah hanya memikirkan kemauan ayah saja. Namun ayah, sungguh rere ingin mengatakan terima kasih untuk semua hal yang telah ayah berikan untuk rere. rere sadar bahwa mulai sekarang, tidak ada idealis yang akan dileluconkan oleh ayah, tidak ada makanan yang sengaja diasinkan agar aku dan kakak tidak memakannya, dan tentunya tidak ada lagi senyuman hangat dari seorang ayah terhebat seperti ayah. Selamat jalan yah,anakmu selalu mendoakanmu” bisik rere.

Post a Comment