Monday, February 10, 2020

Perihal memberikan restu



Hi, good morning!

Pagi ini sepertinya saya akan membahas tentang 'restu' , cailah restu. 
Akhir-akhir ini saya sedang mengalami beberapa hal kejadian tentang merestui atau mencari restu, baik itu dari Tuhan, Orang Tua, bahkan lingkungan sekitar ( gila juga kan ya lingkungan aja gw  minta restu, blame on me then wk).

I've been searching for the meaning, and satu arti yang sudah saya temukan sampai dengan detik ini baru ' restu itu adalah tentang ikhlas'. Ikhlas menerima , ikhlas memberi , dan ikhlas kalau-kalau hal buruk yang sudah pernah kita prediksikan terjadi. 
Bukan perkara mudah untuk memberi atau meminta restu, karena yaa begitulah menerima keadaan yang super berbeda tapi memiliki huge impact ke kita itu rasanya, antara iya atau nggak.
I try to be positive in every single way, and if there's nothing happen, i choose to remain in silent. wkwkw. just let it be whatever it will be, que sera - sera


 Masalahnya klasik tapi berat buat cari penyelesaiannya.
Dan for me, yg amygdala nya sangat dominan di otak ini, memberikan restu dan menerima ikhlas itu pasti akan membutuhkan waktu yang sangat lama, apalagi kalo orangnya itu 'clingy' buatku, duh pasti makin lama.
If i have to diagnose my self, then i'll be on a 'sick person' list maybe. But, as psychology student i would call it as a normal process HAHAHA * evilsmirk.

Well, i hope that you got the point from my writings ya, tentang syampah perasaan lagi.
wk.


See ya!
 
 
 

Post a Comment